Rabu, 23 Mei 2018

Hikmah Ramadham

Berikut adalah beberapa hikmah di balik puasa Ramadhan yang kami sarikan dari beberapa kalam ulama. Semoga bermanfaat.

Hasil gambar untuk puasa
1. Menggapai Derajat Takwa

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).

Ayat ini menunjukkan bahwa di antara hikmah puasa adalah agar seorang hamba dapat menggapai derajat takwa dan puasa adalah sebab meraih derajat yang mulia ini. Hal ini dikarenakan dalam puasa, seseorang akan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Inilah pengertian takwa. Bentuk takwa dalam puasa dapat kita lihat dalam berbagai hal berikut.

Pertama, orang yang berpuasa akan meninggalkan setiap yang Allah larang ketika itu yaitu dia meninggalkan makan, minum, berjima’ dengan istri dan sebagainya yang sebenarnya hati sangat condong dan ingin melakukannya. Ini semua dilakukan dalam rangka taqorrub atau mendekatkan diri pada Allah dan meraih pahala dari-Nya. Inilah bentuk takwa.

Kedua, orang yang berpuasa sebenarnya mampu untuk melakukan kesenangan-kesenangan duniawi yang ada. Namun dia mengetahui bahwa Allah selalu mengawasi diri-Nya. Ini juga salah bentuk takwa yaitu merasa selalu diawasi oleh Allah.

Ketiga, ketika berpuasa, setiap orang akan semangat melakukan amalan-amalan ketaatan. Dan ketaatan merupakan jalan untuk menggapai takwa.[1] Inilah sebagian di antara bentuk takwa dalam amalan puasa.

2. Hikmah di Balik Meninggalkan Syahwat dan Kesenangan Dunia

Di dalam berpuasa, setiap muslim diperintahkan untuk meninggalkan berbagai syahwat, makanan dan minuman. Itu semua dilakukan karena Allah. Dalam hadits qudsi[2], Allah Ta’ala berfirman,

يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى

Dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku”.[3]

Di antara hikmah meninggalkan syahwat dan kesenangan dunia ketika berpuasa adalah:

Pertama, dapat mengendalikan jiwa. Rasa kenyang karena banyak makan dan minum, kepuasan ketika  berhubungan dengan istri, itu semua biasanya akan membuat seseorang lupa diri, kufur terhadap nikmat, dan menjadi lalai. Sehingga dengan berpuasa, jiwa pun akan lebih dikendalikan.

Kedua, hati akan menjadi sibuk memikirkan hal-hal baik dan sibuk mengingat Allah. Apabila seseorang terlalu tersibukkan dengan kesenangan duniawi dan terbuai dengan makanan yang dia lahap, hati pun akan menjadi lalai dari memikirkan hal-hal yang baik dan lalai dari mengingat Allah. Oleh karena itu, apabila hati tidak tersibukkan dengan kesenangan duniawi, juga tidak disibukkan dengan makan dan minum ketika berpuasa, hati pun akan bercahaya, akan semakin lembut, hati pun tidak mengeras dan akan semakin mudah untuk tafakkur (merenung) serta berdzikir pada Allah.

Ketiga, dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya  pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu.

Keempat, dengan berpuasa akan mempersempit jalannya darah. Sedangkan setan berada pada jalan darahnya manusia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia pada tempat mengalirnya darah.”[4]

Jadi puasa dapat menenangkan setan yang seringkali memberikan was-was. Puasa pun dapat menekan syahwat dan rasa marah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan puasa sebagai salah satu obat mujarab bagi orang yang memiliki keinginan untuk menikah namun belum kesampaian.[5]

3. Mulai Beranjak Menjadi Lebih Baik

Di bulan Ramadhan tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya tidak sia-sia, juga agar tidak mendapatkan lapar dan dahaga saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja.”[6]

Puasa menjadi sia-sia seperti ini disebabkan bulan Ramadhan masih diisi pula dengan berbagai maksiat. Padahal dalam berpuasa seharusnya setiap orang berusaha menjaga lisannya dari rasani orang lain (baca: ghibah), dari berbagai perkaataan maksiat, dari perkataan dusta, perbuatan maksiat dan hal-hal yang sia-sia.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.”[7]

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.”[8]

Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.[9] Sedangkan rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita[10] atau dapat pula bermakna kata-kata kotor.[11]

Oleh karena itu, ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dulu malas-malasan shalat 5 waktu seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat Jama’ah bagi kaum pria, hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di masjid sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri dengan sempurna, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”[12]

Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang mekar pada waktu tertentu saja. Jadi, ibadah shalat 5 waktu, shalat jama’ah, shalat malam, gemar bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah musiman. Namun sudah seharusnya di luar bulan Ramadhan juga tetap dijaga. Para ulama seringkali mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, -pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”

Ingatlah pula pesan dari Ka’ab, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan lantas terbetik dalam hatinya bahwa setelah lepas dari Ramadhan akan berbuat maksiat pada Rabbnya, maka sungguh puasanya itu tertolak (tidak bernilai apa-apa).”[13]

4. Kesempatan untuk Saling Berkasih Sayang dengan Si Miskin dan Merasakan Penderitaan Mereka

Puasa akan menyebabkan seseorang lebih menyayangi si miskin. Karena orang yang berpuasa pasti merasakan penderitaan lapar dalam sebagian waktunya. Keadaan ini pun ia rasakan begitu lama. Akhirnya ia pun bersikap lemah lembut terhadap sesama dan berbuat baik kepada mereka. Dengan sebab inilah ia mendapatkan balasan melimpah dari sisi Allah.

Begitu pula dengan puasa seseorang akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang miskin, fakir, yang penuh kekurangan. Orang yang berpuasa akan merasakan lapar dan dahaga sebagaimana yang dirasakan oleh mereka-mereka tadi. Inilah yang menyebabkan derajatnya meningkat di sisi Allah.[14]

Inilah beberapa hikmah syar’i yang luar biasa di balik puasa Ramadhan. Oleh karena itu, para salaf sangatlah merindukan bertemu dengan bulan Ramadhan agar memperoleh hikmah-hikmah yang ada di dalamnya. Sebagian ulama mengatakan, “Para salaf biasa berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Dan 6 bulan sisanya mereka berdoa agar amalan-amalan mereka diterima”.[15]

Hikmah puasa yang Keliru

Adapun hikmah puasa yang biasa sering dibicarakan sebagian kalangan bahwa puasa dapat menyehatkan badan (seperti dapat menurunkan bobot tubuh, mengurangi resiko stroke, menurunkan tekanan darah, dan mengurangi resiko diabetes[16]), maka itu semua adalah hikmah ikutan saja[17] dan bukan hikmah utama. Sehingga hendaklah seseorang meniatkan puasanya untuk mendapatkan hikmah syar’i terlebih dahulu dan janganlah dia berpuasa hanya untuk mengharapkan nikmat sehat semata. Karena jika niat puasanya hanya untuk mencapai kenikmatan dan kemaslahatan duniawi, maka pahala melimpah di sisi Allah akan sirna walaupun dia akan mendapatkan nikmat dunia atau nikmat sehat yang dia cari-cari.

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Orang yang gemar berbuat riya’ akan diberi balasan kebaikan mereka di dunia. Mereka sama sekali tidak akan dizholimi. Namun ingatlah, barangsiapa yang melakukan amalan puasa, amalan shalat atau amalan shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Akan tetapi, amalannya akan lenyap di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari keuntungan dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.”[18]

Sehingga yang benar, puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas untuk mengharap wajah Allah. Sedangkan nikmat kesehatan, itu hanyalah hikmah ikutan saja dari melakukan puasa, dan bukan tujuan utama yang dicari-cari. Jika seseorang berniat ikhlas dalam puasanya, niscaya nikmat dunia akan datang dengan sendirinya tanpa dia cari-cari.
Ingatlah selalu nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ

Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.”[19]

Adapun hadits yang mengatakan,

صُوْمُوْا تَصِحُّوْا

Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.” Perlu diketahui bahwa hadits semacam ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) menurut ulama pakar hadits.[20]
Semoga kita bisa menarik hikmah berharga di balik puasa kita di bulan penuh kebaikan, bulan Ramadhan.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

[1] Taisir Karimir Rahman, hal. 86. [2] Hadits qudsi adalah hadits yang maknanya dari Allah Ta’ala, lafazhnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[3] HR. Muslim no. 1151
[4] HR. Bukhari no. 7171 dan Muslim no. 2174
[5] Disarikan dari Latho’if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 276-277.
[6] HR. Ahmad 2/373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid.
[7] HR. Bukhari no. 1903.
[8] HR. Ibnu Khuzaimah 3/242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih.
[9] Perkataan Al Akhfasy, dinukil dari Fathul Bari, 2/414.
[10] Perkataan Al Azhari, dinukil dari Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/114, 9/119.
[11] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 9/119.
[12] HR. Muslim no. 782.
[13] Lathoif Al Ma’arif, 378.
[14] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9906
[15] Lathoif Al Ma’arif, 369
[16] Lihat http://swaramuslim.net
[17] Lihat Tafsir Al Qur’an Al Karim Surat Al Baqoroh, 1/317.
[18] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7/422.
[19] HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini dalam Tuhfatul Ahwadzi, 7/139-140.
[20] Al Hafzih Al ‘Iroqiy dalam Takhrij Al Ihya’ (5/453) mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Awsath, Abu Nu’aim dalam Ath Thib An Nabawiy dari hadits Abu Hurairah dengan sanad yang lemah (dho’if). Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Hadits Adh Dho’ifah no. 253 mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).

Hikmah Sholat dalam kesehatan

Apa hubungan sholat dengan kesehatan ? menurut Hembing, setiap gerakan-gerakan shalat mempunyai arti khusus bagi kesehatan dan punya pengaruh pada bagian-bagian tubuh seperti kaki, ruas tulang punggung, otak, lambung, rongga dada, pangkal paha, leher, dll. Berikut adalah ringkasan yang bermanfaat untuk mengetahui tentang daya penyembuhan di balik pelaksanaan sholat sebagai aktivitas spiritual.
Hasil gambar untuk sholat
Berdiri tegak dalam sholat

Gerakan-gerakan sholat bila dilakukan dengan benar, selain menjadi latihan yang menyehatkan juga mampu mencegah dan meyembuhkan berbagai macam penyakit. Hembing menemukan bahwa berdiri tegak pada waktu sholat membuat seluruh saraf menjadi satu titik pusat pada otak, jantung, paru-paru, pinggang, dan tulang pungggung lurus dan bekerja secara normal, kedua kaki yang tegak lurus pada posisi akupuntur, sangat bermanfaat bagi kesehatan seluruh tubuh.

Rukuk

Rukuk juga sangat baik untuk menghindari penyakit yang menyerang ruas tulang belakang yang terdiri dari tulang punggung, tulang leher, tulang pinggang dan ruas tulang tungging. Dengan melakukan rukuk, kita telah menarik, menggerakan dan mengendurkan saraf-saraf yang berada di otak, punggung dan lain-lain. Bayangkan bila kita menjalankan sholat lima waktu yang berjumlah 17 rakaat sehari semalam. Kalau rakaat kita rukuk satu kali, berarti kita melakukan gerakan ini sebanyak 17 kali.

Sujud

Belum lagi gerakan sujud yang setiap rakaat dua kali hingga junlahnya sehari 34 kali. Bersujud dengan meletakan jari-jari tangan di depan lutut membuat semua otot berkontraksi. Gerakan ini bukan saja membuat otot-otot itu akan menjadi besar dan kuat, tetapi juga membuat pembuluh darah dan urat-urat getah bening terpijat dan terurut. Posisi sujud ini juga sangat membantu kerja jantung dan menghindari mengerutnya dinding-dinding pembuluh darah.

Duduk tasyahud

Duduk tasyahud akhir atau tawaruk adalah salah satu anugerah Allah yang patut kita syukuri, karena sikap itu merupakan penyembuhan penyakit tanpa obat dan tanpa operasi. Posisi duduk dengan mengangkat kaki kanan dan menghadap jari-jari ke arah kiblat ini, secara otomatis memijat pusat-pusat daerah otak, ruas tulang punggung teratas, mata, otot-otot bahu, dan banyak lagi terdapat pada ujung kaki. Untuk laki-laki sikap duduk ini luar biasa manfaatnya, terutama untuk kesehatan dan kekuatan organ seks.







Salam

Bahkan, gerakan salam akhir, berpaling ke kanan dan ke kiri pun, menurut penelitian Hembing punya manfaat besar karena gerakan ini sangat bermanfaat membantu  menguatkan otot-otot leher dan kepala. Setiap mukmin pasti bisa merasakan itu, bila ia menjalankan sholat dengan benar.  Tubuh akan terasa lebih segar, sendi-sendi dan otot akan terasa lebih kendur, dan otak juga mempu kembali berfikir dengan terang. Hanya saja, manfaat itu ada yang bisa merasakannya dengan sadar, ada juga yang tak disadari. Tapi harus diingat, sholat adalah ibadah agama bukan olahraga.



Selasa, 22 Mei 2018

Pergeseran makna cadar dan hijab

Pergeseran makna. Mungkin kalimat ini yang paling tepat menggambarkan kondisi pemakaian cadar di akhir zaman
Bertahun-tahun yang lalu orang-orang masih ketakutan melihat wanita bercadar yang dianggap berkaitan dengan pemahaman Islam radikal. Namun seiring berkembangnya zaman, kita dapat melihat dengan gamblang bagaimana para wanita bercadar bertransformasi sedemikian rupa
Kini wanita bercadar sangat mudah ditemukan di jalan-jalan, kedai kopi, bahkan di mall-mall besar. Mereka bisa berjalan kemanapun dengan cadar yang semakin stylish. Berfoto di pantai, gunung-gunung, dan tempat-tempat wisata lalu berlomba-lomba menggunggahnya di media sosial demi sebuah eksistensi yang mereka sebut dengan hijrah
Marilah sejenak kita berpikir dengan logika sederhana. Jika perhiasan yang telah ditutup rapat dengan hanya memperlihatkan kedua pasang mata dan telapak tangan, lalu mengapa tetap memamerkannya kepada khalayak umum dengan mengunggah foto di media sosial dengan dalih berdakwah dijalan Allah?
Sungguh tidak ditemukan unsur dakwah sama sekali disana. Terutama mengunggah foto wanita bercadar dengan produk endorse di media sosial. Hal itu adalah bentuk kapitalisasi cadar. Sama sekali tidak ada tujuan menyebarkan Islam, melainkan hanya ingin menunggangi ajaran agama Islam untuk mengeruk keuntungan semata
Tega-teganya cadar yang memiliki nilai ‘sakral’ dieksploitasi dengan menjadikannya sebagai pendamping produk endorse. Sungguh sayang seribu sayang. Pemahaman tentang cadar tidak diletakkan diatas kepentingan agama, melainkan dunia semata
Bekal menuju akhirat justru disalahgunakan untuk kepentingan dunia. Makna cadar yang tertanam dalam pikiran tidak bertemu dengan rasa sadar dalam pelaksanaannya. Yang paling ditakutkan adalah, suatu saat nanti seperti halnya jilbab, cadar hanya akan digunakan untuk kepentingan fashion semata, tidak lagi dianggap sakral. Dan yang menyedihkan adalah ketika banyak masyarakat yang menganggap wajar hal itu
Coba perhatikan akun media sosial Anda, sudah berapa banyak foto endorsement wanita bercadar yang telah Anda lihat hari ini?
.
.

7 tips dan cara membina diri menjadi pribadi pemaaf

Sahabat Percikan Iman, Dendam atau Marah bukanlah sikap yang dapat menyelesaikan masalah. Bahkan bisa jadi, ini justru akan membuat permasalahan bertambah rumit. Menyiksa diri memecahkan persatuan dan melemahkan ikatan ukhuwwah.
Menjadi pribadi yang mudah menahan marah dan memaafkan kesalahan orang lain memang tidak mudah. Namun, justru hal itu merupakan buah dari keimanan dan ketaqwaan yang sangat dicintai Allah SWT. Sebuah sifat yang WAJIB ada dan diihtiarkan oleh seorang yang mengaku bertaqwa kepada Allah swt.

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“…dan memaafkan (kesalahan) orang. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS: Ali-Imran [3]: 134).
Memang dalam syariat Islam diperbolehkan untuk menuntut balas terhadap kejahatan yang ditimpakan kepada kita dengan balasan yang serupa. Namun memaafkan merupakan sikap yang jauh lebih baik dan lebih mulia daripada membalas kejahatannya meski dengan balasan yang serupa.

وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.” (QS: asy-Syura [42]:40)

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (QS: asy-Syura [42]: 43).
Al Qur’an secara tegas dan terang-terangan menjalin kriteria calon penghuni surga dengan mensyaratkan umat Islam untuk menahan amarah dan memaafkan. Ini merupakan penegas bahwa menahan amarah hanya dapat dilakukan apabila ada kesiapan hati untuk memaafkan.
Demikian juga sebaliknya, seseorang yang mudah memaafkan kesalahan orang lain akan menjadi penyebab dirinya tak mudah melampiaskan amarah. Pribadi yang menahan amarah dan memaafkan telah dijanjikan surga. Mereka tak hanya disukai oleh Allah SWT dan sesama manusia, namun juga malaikat-Nya.
Pemaaf memang bukan sifat instan pada diri manusia, sederhananya pemaaf adalah sifat yang tumbuh dalam diri seseorang ketika orang tersebut telah terbiasa melatih dirinya secara rutin dan terus-menerus untuk dapat memberikan maaf dan juga meminta maaf. Membiasakan diri untuk menjadi orang yang pemaaf, menciptakan pula kebiasaan diri untuk selalu dapat memaafkan. Memaafkan bukanlah sesuatu yang aneh dalam kesehariannya. Menjadi orang yang pemaaf juga dapat mengantarkan kita kepada ketenangan hidup, kebahagiaan, dan teman yang banyak.
Berikut ini adalah tips dan cara membina diri menjadi pribadi pemaaf :
1. Pahami tentang Sifat Allah sebagai Maha Pemaaf. Allah Swt saja adalah pemaaf, kenapa kita sebagai hamba-Nya tidak berusaha menirunya. Memang semuanya butuh waktu tetapi yang menjadi penting adalah tidak ada istilah “tiada maaf bagimu”.
2. Pahami tentang Manusia atau diri kita sendiri. Adakah manusia yang tak luput dari dosa dan kesalahan? dengan mau memikirkannya maka akan muncul sifat bahwa manusia itu memang tempat salah dan dosa termasuk kita sebagai pelakunya. Jadi hal yang wajar, ketika orang sudah meminta maaf karena telah menyesal maka tidak ada kata lain manusia beriman harus memaafkan.
3. Mengingat-ingat kebaikan orang lain dan lupakanlah kebaikan yang pernah kita lakukan terhadap orang lain. Jika kita menjadi sangat marah dan benci, coba silahkan ingat-ingat adakah kebaikan-kebaikan yang terjadi masa sebelumnya. Ini adalah salah satu cara untuk melembutkan hati
4. Mengingat-ingat keburukan kita terhadap orang lain dan lupakanlah keburukan yang pernah dilakukan orang lain terhadap kita.
5. Memendam bara amarah atau dendam hanya akan menimbulkan masalah baru termasuk penyakit kesehatan. Karena kesehatan sangat dipengaruhi psikologi, dengan cara pikir dan bagaimana menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya.
6. Berpikirlah kedepan, jangan berpikir pendek. Manusia bisa berubah, maka tinggalkan tergesa-gesa dalam menyikapi sesuatu.
7. Selalu BERDOA diberikan kelapangan hati sehingga memudahkan usaha kita semua
Menjadi orang yang pemaaf juga dapat mengantarkan kita kepada ketenangan hidup, kebahagiaan, dan teman yang banyak. Coba pula kita lihat apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullah Saw., beliau bersabda bahwa apabila kita ingin menjadi pemaaf, maka ingatlah dua perkara dan lupakanlah dua perkara. Perkara-perkara yang beliau maksud adalah: Pertama, mengingat-ingat kebaikan orang lain dan lupakanlah kebaikan yang pernah kita lakukan terhadap orang lain. Kedua, mengingat-ingat keburukan kita terhadap orang lain dan lupakanlah keburukan yang pernah dilakukan orang lain terhadap kita.
Semoga bermanfaat

Janganlah Pernah Menilai Orang Lain

Seorang Guru ditanya tentang dua keadaan manusia:
Yang pertama,
Manusia rajin sekali ibadahnya, namun sombong, angkuh dan selalu merasa suci.
Yang kedua,
Manusia yang ibadahnya biasa saja, namun akhlaknya begitu mulia, rendah hati, santun, lembut dan cinta dengan sesama.
Lalu Sang Guru menjawab:
"Keduanya baik.
Boleh jadi suatu saat si ahli ibadah yang sombong menemukan kesadaran tentang akhlaknya yang buruk dan dia bertaubat lalu ia akan menjadi pribadi yang baik lahir dan batinnya.
Dan yang kedua, bisa jadi sebab kebaikan hati-nya, Alloh akan menurunkan hidayah lalu ia menjadi ahli ibadah yang juga memiliki kebaikan lahir dan batin."
Kemudian orang tersebut bertanya lagi:
"Lalu siapa yang tidak baik kalau begitu...???"
Sang Guru menjawab:
"Yang tidak baik adalah kita, orang ketiga yang selalu mampu menilai orang lain, namun lalai dari menilai diri sendiri"......